Keputusan pemerintah tidak memulangkan WNI yang diduga teroris lintas batas maupun WNI eks ISIS disebut tidak humanis. Hal tersebut diungkapkan pengamat terorisme Al Chaidar Abdul Rahman Puteh. Menurutnya, ada kemungkinan aksi penyerangan kelompok ISIS yang ada di Indonesia akan dilakukan.
"ISIS akan menyerang Indonesia dari dalam," ungkapnya. Al Chaidar menilai keputusan pemerintah menolak memulangkan WNI eks ISIS bisa menjadi alasan untuk lakukan penyerangan. "ISIS yang sudah ada di Indonesia merasa mendapatkan alasan untuk tetap menyerang aparat dan publik Indonesia," ujar Al Chaidar.
Al Chaidar menyebut, keputusan pemerintah akan membuat Indonesia dinilai oleh kelompok tersebut sebagai negara yang tak berperasaan. "Bagi mereka, Indonesia bukan negara afektif, bukan negara yang berperasaan." "Kekuasaan masih dipergunakan untuk hal hal yang tidak humanis," ungkapnya.
Sebelumnya Al Chaidar juga mengungkapkan pemulangan ratusan WNI eks ISIS dapat memberi manfaat untuk Indonesia. "Karena kita membutuhkan mereka untuk program semacam deradikalisasi, untuk kelompok teroris lain yang banyak di Indonesia," ujarnya. Namun Al Chaidar menilai tetap ada potensi bahaya yang dibawa ratusan WNI eks ISIS jika dipulangkan ke Indonesia.
"Pasti ada (potensi bahaya), karena memang mereka sudah terpapar oleh radikalisme yang cukup mengkhawatirkan," ujarnya. Al Chaidar menilai, perlu adanya pemeriksaan lebih lanjut kepada ratusan WNI tersebut. Hal itu untuk memastikan paham radikalisme dan terorisme tidak lagi dipegang oleh para WNI eks ISIS.
"Mereka itu perlu di screening atau pun perlu dimasukkan ke dalam program pemerintah yang ada." "Entah program Departemen Sosial maupun BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme)," ungkapnya. Lebih lanjut, Al Chaidar menilai para WNI eks ISIS membutuhkan untuk bersilaturahmi dengan sanak saudara.
"Mereka gapapa dipulangkan, mereka perlu bersilaturahmi secara humanis dengan saudara saudara dan keluarga yang mereka tinggalkan." "Mungkin juga perlu bermaaf maafan pada saudara yang sudah dianggap kafir atau bahkan sudah dianggap musuh," ungkap Al Chaidar. Diketahui pemerintah sepakat untuk tidak memulangkan para teroris lintas batas terutama mantan anggota ISIS.
Hal tersebut menjadi putusan rapat yang digelar Presiden Joko Widodo bersama kabinet. "Hasil Rapat Kabinet dengan Presiden, Pemerintah tidak ada rencana memulangkan WNI yang diduga teroris. Bahkan tidak akan memulangkan FTF (foreign terorist fighter), terutama mantan anggota ISIS ke Indonesia," ungkap Menko Polhukam Mahfud MD, Rabu (12/2/2020) dilansir dari Instagram @mahfudmd.
Mahfud MD menyebut pemerintah khawatir WNI eks ISIS akan menjadi teroris baru di Indonesia. Pemerintah pun lebih mementingkan keamanan Indonesia. "Keputusan itu diambil lantaran pemerintah khawatir para terduga eks ISIS itu akan menjadi teroris baru di Indonesia."
"Pemerintah lebih mementingkan keamanan 267 juta WNI yang berada di Indonesia dengan tidak memulangkan para terduga kombatan eks ISIS," ungkapnya. Penolakan pemerintah memulangkan WNI tidak serta merta menyeluruh. "Pemerintah membuka opsi pemulangan anak anak berusia di bawah 10 tahun yang turut dibawa orangtua mereka yang berstatus terduga eks ISIS. Namun hal ini akan kita lihat case by case ," ungkapnya.
Sementara itu anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Golkar Christina Aryani memberi apresiasi atas penolakan pemulangan WNI eks ISIS. "Apresiasi pada pemerintah yang telah membuat jelas dan tegas keputusannya menyangkut wacana yang berkembang belakangan ini sehingga diharapkan tidak lagi menjadi polemik berkepanjangan di masyarakat," ujar Aryani dilansir , Selasa (11/2/2020). Menurut Aryani, keputusan yang diambil telah didasari kajian mendalam.
Aspek manfaat dan mudarat disebut Aryani telah dipertimbangkan. Terutama menyangkut perlindungan 260 juta rakyat Indonesia. Aryati mengungkapkan, meski menolak memulangkan, pemerintah perlu untuk melakukan pemantauan para WNI eks ISIS tersebut melalui perwakilan RI di Suriah dan Turki.
Diketahui, data terakhit menyebut sekitar 689 WNI terdata sebagai terduga teroris pelintas batas, termasuk ISIS. "Kami yakin pemerintah memiliki opsi lain yang lebih tepat untuk mengatasi persoalan ini tanpa merugikan negara dan utamanya tanpa mengusik rasa aman seluruh rakyat Indonesia," tegas dia.