Kementerian Agama telah memutuskan untuk membatalkan pemberangkatan jemaah haji 1441H/2020M. Kebijakan ini disampaikan oleh Menag Fachrul Razi pada 2 Juni 2020. Bersamaan dengan itu, jemaah yang sudah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BIPIH) dapat mengajukan permohonan pengembalian setoran (refund) pelunasan.
Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kementerian Agama mencatat ada 198.765 jemaah haji reguler yang melunasi Bipih 1441H/2020M. Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Muhajirin Yanis menjelaskan, jemaah yang telah melunasi Bipih tahun ini, dapat mengajukan permohonan pengembalian setoran pelunasan BIPIH. Hal itu sesuai dengan keputusan Menteri Agama (KMA) No 494 tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1441H/2020M.
“Jemaah yang batal berangkat tahun ini, dapat mengajukan permohonanan pengembelian setoran pelunasannya,” jelas Muhajirin dalam keterangan resmi, Rabu (3/6/2020), seperti dilansir dari dalam artikel " ". Muhajirin menuturkan, jemaah haji tidak kehilangan statusnya sebagai calon jemaah haji yang akan berangkat pada tahun 2021 meski mengambil setoran pelunasannya. Adapun pengembalian dana pelunasan jemaah haji tahun 2020 bisa dilakukan sebagai berikut:
Jemaah harus mengajukan permohonan pengembalian setoran pelunasan Bipih secara tertulis kepada Kepala Kankemenag Kab/Kota tempat mendaftar haji. Jangan lupa, jemaah harus menyertakan beberapa dokumen dan data, meliputi: Bukti asli setoran lunas Bipih yang dikeluarkan oleh Bank Penerima Setoran (BPS) Bipih.
Fotokopi buku tabungan yang masih aktif atas nama Jemaah Haji dan memperlihatkan aslinya Fotokopi KTP dan memperlihatkan aslinya Nomor telepon yang bisa dihubungi.
Permohonan jemaah tersebut selanjutnya akan diverifikasi dan divalidasi oleh Kepala Seksi yang membidangi urusan Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada Kankemenag Kab/Kota. Jika dokumen dinyatakan lengkap dan sah, Kasi Haji akan melakukan input data pembatalan setoran pelunasan Bipih pada aplikasi Siskohat. Tahapan berikutnya, kepala Kankemenag Kab/Kota mengajukan permohonan pembatalan setoran pelunasan Bipih secara tertulis dan dikirimkan secara elektronik kepada Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri dengan tembusan kepada Kepala Kanwil Kemenag Provinsi.
Kemudian, direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri menerima surat pengajuan permohonan pembatalan setoran pelunasan Bipih dan melakukan konfirmasi pembatalan setoran pelunasan Jemaah Haji pada aplikasi Siskohat. Lalu, Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri atas nama Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah mengajukan permohonan pengembalian setoran pelunasan Bipih secara tertulis kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Nantinya BPS Bipih setelah menerima Surat Perintah Membayar (SPM) dari BPKH, segera melakukan transfer dana pengembalian setoran lunas Bipih ke rekening Jemaah Haji.
Pihaknya juga harus melakukan konfirmasi transfer pengembalian setoran pelunasan pada aplikasi Siskohat. “Seluruh tahapan ini diperkirakan akan berlangsung selama 9 hari. Dua hari di Kankemenag Kab/Kota, tiga hari di Ditjen PHU, dua hari di Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), dan dua hari proses transfer dari Bank Penerima Setoran ke rekening jemaah,” jelas Muhajirin. Calon jemaah yang memaksakanberangkat haji secara ilegal pada tahun ini akan dikenakan sanksi pidana dandenda.Jumlahnya sampai miliran rupiah.
Hal in dijelaskanDirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU), KementerianAgama (Kemenag), Nizar Ali menegaskan, dasarnya Undang undang nomor 8 Tahun 2019 TentangPenyelenggaraan Haji dan Umroh terdapat aturan mengenai sanksi kepada parapelanggar. "Saya rasa kita bisa membaca undang undang nomor 8 tahun 2019 karena kita sudah di amanat undang undang menyatakan bahwa jamaah haji mujamalah harus diberangkatan melalui PIHK," ujar Nizar di Kantor Kemenag, Jakarta, Selasa (2/6/2020). Apa sanksinya jika nekat berangkat?
"Apabila ini dilanggar maka ada ketentuan pasal sanksi yang ada di akhir akhir UU tadi, bahkan saksinya pidana dan juga denda sekian miliar; tambah Nizar. Pada Pasal 121 UU 8/2019 disebutkan "Setiap orang yang tanpa hak bertindaksebagai PIHK dengan mengumpulkan dan/atau memberangkatkan jemaah hajikhusus, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak Rp 6 miliar' Nizar mengingatkan agar biro perjalanan haji untuk tidak nekat memberangkatkan jemaah haji secara ilegal.
"Bahkan ada aturan untuk orang atas nama individu atau lembaga menarik biaya haji secara ilegal maka kena sanksi pidana dan sanksi finansial,"tutur Nizar. Pemerintah melalui Kementerian Agama akhirnya memutuskan untuk tidak memberangkatkan jamaah haji dari Indonesia pada tahun ini. "Pemerintah memutuskan untuk tidak memberangkatkan jamaah haji pada tahun 1441 Hijriah atau tahun 2020 masehi," ujar Menteri Agama Fachrul Razi
Keputusan ini diambil setelah pemerintah Arab Saudi tidak juga membukaakses kepada negara mana pun untuk menyelenggarakan ibadah haji. Pemerintah Arab Saudi masih menutup akses untuk haji dan umroh akibat pandemi corona. Akibatnya, total ada ratusan ribu jemaah haji regular dan belasan ribu jemaahhaji khusus batal menunaikan ibadah haji.
Regular tahun 2020 sebanyak 203.320. Dari jumlah ini, peserta yang sudah melakukan pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 1441H/2020Msebanyak 190.669 jemaah atau 93,78 persen. Yang belum melakukan pelunasan sebanyak 12.651 jemaah.
Namun, ada 8.096 jemaah yang melunasi Bipih 1441H dengan status cadangan. Mereka sedianya akan berangkat tahun ini, jika masih ada sisa kuota. Karena penyelenggaraan haji tahun ini batal sesuai Keputusan Menteri Agama (KMA) 494/2020, jemaah dengan status cadangan juga akan berangkat pada musim haji tahun depan.
Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI), memaklumi keputusan pemerintah yangdisampaikan Menteri Agama terkait pembatalan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1441H/2020M. Pembatalan haji tahun ini tidak hanya berlaku haji regular tapi juga haji khusus dan haji mujalamah (furoda). Menurutnya, wabah pandemi Covid 19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, dapat mengancam keselamatanjamaah. B
Isa jadi, kebijakan ini diambil karena hingga saat ini Saudi belum membuka akses layanan penyelenggaraan ibadah haji 1441H/2020M.