Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meluncurkan buku “Ekspresi Politik Milenial: Dari Anak anak Muda untuk Indonesia”. Buku ini merupakan kumpulan tulisan sejumlah orang, termasuk Ketua DPP PSI Tsamara Amany, mengenai kiprah dan gagasan PSI. Sebagian besar penulis bukan merupakan pengurus atau kader PSI.
Dalam sambutannya, Sekjen DPP PSI Raja Juli Antoni mengatakan bahwa walau PSI gagal lolos ke DPR karena tidak memenuhi parliamentary threshold atau ambang batas parlemen di Pemilu 2019, PSI telah berhasil menghadirkan wacana baru dalam isu isu kepartaian Indonesia. “Salah satu keunikan PSI, kalau boleh saya klaim, adalah PSI ini menjadi sumber diskursus baru dalam landscape politik di Indonesia. Hampir tiap minggu kantor DPP PSI ini didatangi mahasiswa, entah itu untuk penelitian pendek, tesis, disertasi. Ada yang dari dari Monash University Australia atau kampus di Jepang. Orang penasaran, sampai para peneliti dan akademisi juga tertarik melakukan penelitian mendalam tentang apa yang dilakukan PSI,” kata Toni di Basecamp DPP PSI, Jakarta Pusat, Rabu (22/1/2020). Melalui buku ini juga, Toni menegaskan tujuan PSI bukan semata mata mengejar kekuasaan politik.
Lebih dari itu, PSI berupaya mengawal perjalanan bangsa untuk sampai pada cita cita bersama. “Sebagai partai baru, kita (PSI) sudah memberikan jejak baru di mana kita bisa memantik gagasan, diskursus dan perdebatan baru tentang dinamika politik Indonesia yang tidak melulu tentang kekuasaan dan bagi bagi jabatan. Tetapi ada sebuah diskursus jangka panjang tentang bagaimana kehidupan kita sebagai sebuah bangsa disemai dan dipupuk,” tambah Toni. Sebagai pembicara, Tsamara Amany mengatakan, buku ini merupakan upaya PSI untuk menghidupkan kembali tradisi menulis yang mulai ditinggalkan.
Padahal, para pendiri bangsa Indonesia sering menuangkan ide dan gagasannya dalam bentuk tulisan. “Menurut saya, ini tradisi yang sangat penting dan baik sekali untuk perpolitikan di Indonesia. Kenapa? Karena tradisi politik Indonesia saat ini sangat jauh dari tradisi menulis belakangan ini. Padahal kalau kita kembali ke masa sebelum kemerdekaan, diskursus politik kita itu dibangun dari tulisan tulisan yang bernas. Itu masalahnya, kenapa kita dulu bisa menghasilkan politisi dengan kualitas Sutan Sjahrir, Soekarno, Mohammad Hatta, tapi sekarang tidak bisa?” ucap Tsamara. Kendati demikian, Tsamara menyebut buku setebal 347 halaman tersebut tidak melulu soal apresiasi, melainkan menyertakan tulisan kritis atas gaya politik milenial.
Perihal itu, PSI berterima kasih atas kritikan kritikan yang disampaikan para penulis dalam buku itu. Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI, William Aditya Sarana, yang turut menyumbangkan tulisan dalam buku tesebut mengungkapkan, dirinya menemukan ruang aspirasi politik anak muda yang luas di PSI. Ia menuturkan, kesempatan untuk menjadi anggota legislatif di usia yang masih sangat muda tidak mungkin ada jika ia bergabung dengan partai lain yang cenderung hirarkis dan tertutup.
“Di PSI, saya melihat tidak ada entry barrier (penghalang) bagi anak muda yang ingin terjun ke politik praktis. Kalau di partai lain, mustahil saya bisa menjadi anggota legislatif seperti sekarang ini. Dulu, saya bukan siapa siapa dan tidak menjadi pengurus PSI,” kata legislator pembongkar anggaran lem aibon itu. Apresiasi juga terlontar dari CEO Alvara Research Center, Hasanuddin Ali, yang menjadi pemantik diskusi. Ia melihat PSI memiliki daya tarik sehingga mampu membangkitkan gairah politik anak muda yang cenderung apatis. “Saya menemukan ada daya tarik PSI bagi anak anak muda Indonesia dan politik secara umum. Pertama, PSI mampu membongkar kejumudan politik Indonesia, yang identik dengan orang orang tua, tidak menarik, dan isinya serius,” pungkas Hasanuddin.
Kedua, daya tarik PSI terletak pada keberhasilannya meraup suara yang cukup tinggi dalam sejarah eksperimen partai politik berbasis anak muda. Dalam sejarah partai politik yang merepresentasikan anak anak muda, hanya PSI yang mampu meraih suara di atas 1 persen. Terakhir, kata Hasanuddin, PSI berani membicarakan sesuatu yang tabu, misalnya sikap anti poligami, sehingga mengundang perhatian politik anak muda. Acara peluncuran buku dan diskusi ini dimoderatori oleh Jubir DPP PSI, Dedek Prayudi. Peluncuran ditandai penyerahan buku secara simbolis dari Abd Rohim Ghazali sebagai penyunting buku kepada Sekjen DPP PSI Raja Juli Antoni.
Dalam sambutannya, Rohim mengatakan, “Saya tulisan tulisan pilih yang agak moderat. Kalau yang menyanjung tanpa sikap kritis, tidak saya masukkan. Saya pilih yang mengulas dengan elegan dan memasukkan kritik.”